Beberapa waktu lalu, saya menemukan sebuah gambar
berjudul “Success through Indirect Path”.
Di dalamnya diceritakan secara singkat, tentang beberapa “orang besar” yang
mendapati kesuksesannya melalui jalan yang tidak langsung. Sebelumnya, mereka
juga mengalami jalan lain yan tidak mudah.
Beberapa dari mereka adalah:
1. Ray
Kroc, pendiri Mc Donald’s,
sampai usia 52 adalah penjual cangkir kertas dan milkshake
2. Mary
Kay Ash, pendiri
Mary Kay1, sampai usia 45 adalah seorang penjual buku dan barang rumahan dari
pintu ke pintu
3. Andrea
Bocelli, seorang penyanyi
terkenal, sampai
usia 33 adalah seorang pemain piano di sebuah bar
4. Amancio
Ortega, pendiri Zara2,
sampai usia 30 adalah seorang penjaga toko baju,
5. Ang
Lee, seorang direktor film,
sampai usia 31 adalah seorang suami yang tidak bekerja,
6. J.K.
Rowling, penulis
Harry Potter,
hanya seorang single
parent sampai usia 31,
7. Manoj
Bhargava, pembuat 5-Hour Energy3, sampai usia 30 adalah seorang sopir taksi dan seorang
biarawan,
8. Sheldon
Adelson, pendiri Las Vegas Sands4,
sampai usia 30an adalah penjual sampo dan pembersih kaca mobil,
9. Pejman
Nozad, seorang investor ternama,
sampai usia 30 adalah penjual karpet,
10. Harrison
Ford, seorang aktor dan produser, sampai
usia 30an adalah seorang tukang kayu,
11. Suze
Orman, seorang ahli keuangan,
sampai usia 30 adalah seorang waitress, dan
12. Mark
Cuban, pemilik Dallas Mavericks5, sampai usia 25 adalah seorang bartender di barnya
sendiri.
Luar
biasa bukan? Saya juga terheran- heran, tidak menyangka bahwa orang sekaliber
Ray Kroc yang saat ini outlet McDnya sudah tak terhitung lagi di seluruh dunia,
dulunya pun pernah menjadi pekerja biasa.
Lepas
dari hal di atas sebentar, beberapa hari yang lalu juga, saya membaca sebuah
tulisan dari Fahd Pahdhepie dari page miliknya yang saya ikuti. Fahd adalah
seorang penulis Indonesia yang tengah menimba ilmu di Melbourne, Australia.
Biasanya Kang Fahd—begitu biasa dipanggil, karena asli Sunda—menuliskan perihal
rumah tangga. Namun saat itu, salah satu tulisannya yang membuat saya termenung
sekaligus terharu adalah yang berjudul “Beasiswa
di Bawah Telapak Kaki Ibu”. Ya, jadi singkat cerita, dulu saat di Indonesia
sedang hits sinetron Si Doel Anak Sekolahan, kurang lebih
tahun 90an, Kang Fahd menontonnya bersama sang ibu. Saat itu ada salah satu
adegan, dimana Si Doel bertanya pada ibunya Sarah tentang keberadaan kakak
Sarah. Sang ibu menjawab sambil menunjuk ke sebuah foto, “Oh, si sulung sedang sekolah
di Belanda.” Secara spontan, ibunda Kang Fahd berbicara, “Nanti mah Ibu yang
akan bilang, ‘Oh, si sulung sedang sekolah di Belanda’.”
Lalu
tak dinyana, belasan tahun dari percakapan sederhana itu, ternyata Allah
mengabulkan doa sang ibunda. Kang Fahd Pahdephie diterima dua beasiswa
sekaligus, Belanda dan Australia. Namun dengan pertimbangan yang matang dan
setelah di-acc ibunda, akhirnya Kang
Fahd memutuskan untuk memilih Australia sebagai tempat belajarnya. Kata ibunda,
“Nggak apa- apa atuh, nanti kalau ada yang nanya kamu ke mana, Ibu akan bilang,
‘Yang paling besar mah sedang kuliah di Melbourne! Sama- sama gaya kayak di
Belanda!” Dan akhirnya berangkatlah Kang
Fahd ke Melbourne untuk menimba ilmu.Di dalam tulisannya Kang Fahd menulis,
bahwa sebab kelulusannya dalam beasiswa- beasiswa tersebut barangkali karena
tak ada yang lebih ampuh dari doa ibu.
Beda
Kang Fahd, beda lagi Soimah Pancawati. Kok malah bahas Soimah? Hehe, iya.
Semoga teman- teman yang membaca tulisan ini belum bosan ya. Jadi, singkat
cerita, Soimah juga dulu pernah punya pengalaman serupa. Saat masih kecil dan
menjemur ikan bersama ibunya (almh) di Dukuh Seti, Pati, sang ibunda berkata,
“Kowe ki mbok yo dadi artis ngono lho. Ben terkenal, ben iso metu ning TV” (Kamu itu jd artis gitu lho. Biar
terkenal, biar bisa muncul di TV-red). Soimah saat itu spontan menjawab,
“Piye iso dadi artis to, Buk. Saiki wae aku lagi mepe iwak karo ibuk.” (Bagaimana bisa jadi artis sih Buk. Sekarang
saja saya sedang menjemur ikan dengan ibuk-red). Namun Kun Fayakun, belasan tahun kemudian, apa yang dibicarakan sang ibu
pun terkabul sudah. Padahal saat itu, Soimah mengaku, sama sekali tak ada sedikitpun
bayangan bahwa suatu hari akan menjadi artis seperti sekarang ini.
Jadi
ceritanya, saya hendak menyambungkan ketiga cerita di atas. Tentang orang-
orang yang menempuh jalan secara tidak langsung menuju kesuksesan, dan tentang
Kang Fahd dan Soimah yang meraih sukses berkat doa ibunda tercinta.
Saya
pribadi, sudah 2 tahun ini menjadi penjaga toko. Ya, benar- benar penjaga toko,
atau lebih kerennya shop assistant lah
:D. Pekerjaan saya melayani pembeli alat tulis, dari jam 8 pagi sampai 8 malam.
Susah senang ya dijalani saja, tetap berusaha bersyukur dan bersabar, meskipun
tak mudah. Beberapa kali disepelekan pembeli, juga sudah pernah. Seperti
mendapati perlakuan mereka yang menganggap bahwa kami hanya pelayan. Ditipu orang pun bukan sekali pernah saya alami.
Yang pertama dan kedua saya harus mengganti uang toko, tetapi yang ketiga
alhamdulillah saya masih diselamatkanNya.
Tentang
mendaftar ke berbagai sekolah, karena saya lulusan pendidikan, sudah tidak
perlu ditanyakan lagi. Sudah belasan sekolah yang saya daftari. Terakhir
kemarin, mulai terlintas juga untuk “pindah jalur”, alias mendaftar pada
perusahan non pendidikan. Namun setiap kali meminta izin pada ibu, selalu saja
ditolaknya dengan berbagai alasan. Terakhir kemarin yang ingin saya daftari
adalah sebuah perusahaan elektronik yang terkenal di Kota Kudus. Kebetulan
perusahaan ini membuka lowongan untuk divisi purchasing, dan yang dibutuhkan adalah lulusan Bahasa Inggris. Namun lagi dan lagi, ibu menolaknya. Sebagai
manusia biasa, saya juga mulai merasa putus asa. Percampuran antara lelah dan
jengah. Bosan, namun tak diizinkan melamar ke mana saja. Pada intinya, ibu
ingin saya bekerja di sekolah yang baik, gajinya besar, dan dekat dengan rumah.
Melihat keinginan ibu, saya kira waktu itu hampir seperti sesuatu yang agak
aneh. Karena setahu saya, jika menjadi GTT, berarti gajinya sedikit dan jauh
dari UMR. Namun begitulah mimpi ibu.
Pada
akhirnya saya hanya bisa pasrah dan berdoa pada Tuhan. Jika memang saya
ditakdirkan untuk bekerja nantinya, saya selalu meminta agar ditempatkan di
temoat yang penuh dengan keberkahan dan orang- orang baik. Namun jika saya
ditakdirkan untuk tidak bekerja, saya memohon agar saya tetap mampu berkarya
dan menjadi ibu rumah tangga yang baik.
Lalu
secara mengejutkan, pada awal bulan Juni kemarin, datanglah hadiah terindah
dari Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Sekolah tempat calon suami saya
bekerja, menawari saya untuk mengajar di sekolahnya. Karena kebetulan, sekolah
tersebut sedang membutuhkan seorang guru Bahasa Ingris wanita yang nantinya
juga akan diminta untuk mengelola kegiatan English
Club. Allahu akbar... Tuhan memang Maha Mendengar dan Mengabulkan segala
doa, dan ini jauh lebih baik dari apa yang saya minta. Karena sekolah yang
menawari untuk bekerja di tempatnya adalah sebuah sekolah besar berbasis Islam di
kota kelahiran calon suami, dan merupakan sekolah penyeleksi beasiswa ke Mesir
se-Jawa Tengah.
Sungguh,
sama sekali tak ada yang sia- sia dari setiap untaian doa yang kita panjatkan.
Tidak ada. Betul bahwa hanya ada tiga kemungkinan dari jawaban Tuhan atas doa
kita; Tuhan memberi langsung, meminta menunggu, atau memberi lainnya yang lebih
baik. Dan saya yakin, bahwa doa ibu begitu besar pengaruhnya terhadap keputusan
Arsy.
Dua
tahun saya menunggu menjadi penjaga toko, belum diterima bekerja kesana-
kemari, ternyata diberikan hadiah indah ini. Setelah diberikan tawaran tersebut
saya menangis, mengucap syukur dan memberi kabar pada ibu sekaligus mengucap
terima kasih atas segala doanya selama ini. Dulu padahal saya sering jengkel
sendiri, mengapa ibu sering melarang saya mendaftar ke beberapa tempat. Saya
sering menangis sendiri, saat teman- teman saya sudah mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Dan saya mengira ibu tidak mengerti saya karena begitu sering
tak memberi izin untuk mendaftar bekerja ke beberapa tempat.
Demikianlah,
semoga ini juga termasuk jalan cerita menuju kesuksesan sebagaimana orang-
orang sukses di awal cerita saya yang akhirnya mampu menemui kesuksesannya
masing- masing. Sebuah jalan yang tak langsung, “Indirect Path”, namun ternyata berbuah lebih indah dari yang saya
minta. Dan dari cerita panjang saya ini, pesan yang ingin saya sampaikan adalah
tentang betapa dahsyatnya kekuatan doa seorang ibu. Keinginan dan doa beliau
seringkali jauh dari jangkauan berpikir kita, terlihat tak mungkin pada
awalnya, namun selalu terbukti benar pada akhirnya. Dan bahwa tak selamanya “menunggu”
sama dengan keluar jalur dari kesuksesan. Biarkan teman- teman kita sukses
terlebih dahulu, kita patut turut berbahagia dan mendoakan. Biarkan orang lain
menganggap kita seperti apa, karena mereka tak pernah benar- benar mengerti apa
yang sudah kita alami. Namun kita sendiri tak boleh berhenti berdoa dan
berpengharapan baik setelah mengupayakan apa yang kita bisa. Yakin, bahwa tak
akan ada satu episode kehidupanpun yang salah rancang. Bahwa semuanya pasti
terjadi atas kehendakNya.
Saya
menulis ini dengan hati- hati, berharap semoga tak ada sedikitpun kesombongan
yang muncul dalam hati, maupun yang terbaca di sini. Saya hanya ingin memotivasi
diri saya sendiri, menceritakan nikmatNya, dan alhamdulillah jika mampu
menularkan sedikit inspirasi.
Sebagai
kutipan terakhir, akan saya tuliskan sebuah kalimat cantik dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib
yang selama ini menjadi penyemangat saya sehari- hari;
“Yakinlah ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran (yang kau jalani) yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa pedihnya rasa sakit.”
Kudus,
02 Juli 15
12:19
Alhamdulillah mak. Aku jg takjub. Mencoba ngibur km berkali2 soal kerjaan. Sempet ikutan jengkel pula. Tp semua inilah jawaban doa restu ibu. InsyaAllah aku jg akan ngasih kabar baik soal doa ibu. Soon
BalasHapus