Langsung ke konten utama

NKRI Harga Mati!


Akhir- akhir ini ada sesuatu yang mengganjal pikiran dan perasaan saya. Tentang trend cadar yang sedang lumayan marak di Indonesia dan tentang rencana pendirian Negara Islam di Indonesia. Jujur saja, saya sudah lama pernah mendengar tentang hal ini. Tetapi pembicaraan dengan salah seorang teman beberapa waktu lalu seakan membukakan mata saya bahwa keberadaan mereka cukup mengkhawatirkan. Saya mau membahas tentang negara islam dulu saja.

Tiga kata yang muncul di kepala saya setelah saya mengetahui fenomena bahwa cukup banyak orang yang berkeinginan mengubah NKRI menjadi sebuah Negara islam adalah: tidak tahu diri. Ya, tidak tahu diri. Saya merasa heran, kurang apanya mereka sebagai muslim dijamin kebebasannya beribadah dalam negara ini. Ke mall, ada tempat shalat. Ke pom bensin, ada tempat shalat. Ke restoran pinggir jalanpun, ada tempat shalat. Lalu apa yang dipermasalahkan? Mau berjilbab, bagus. Tidak mau, silakan. Coba bandingkan dengan saudara- saudara kita yang non muslim. Kadang saya berfikir, pernah tidak ya mereka merasa tidak adil? Kenapa semua fasilitas seakan hanya pro muslim? Mengapa tidak ada gereja di mall, mengapa tidak ada wihara di pom bensin, pernah tidak ya? Tapi sepertinya tidak. Mereka sangat legowo sekali dan menghargai kita sebagai pemeluk agama terbesar di Indonesia. Lah lalu msalahnya apa? Mengapa harus mengubah menjadi negara islam kalau begini saja sudah bernuansa islami? Kalau ibadahmu bebas mau dimana saja dan kapan saja? Jujur, saya tidak habis pikir.

Apalagi jika kita flashback ke belakang. Dulu saat negara ini berjuang melawan penjajah selama ratusan tahun hingga akhirnya merdeka, apakah hanya orang islam saja yang berjuang? Tidak adakah pahlawan, atau veteran, atau rakyat sipil yang non muslim? Tentu saja ada!

Untuk itulah ketika perumusan Pancasila dulu, kalimat sila pertama menurut Piagam Jakarta yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” direvisi dengan menghilangkan 7 kata terakhirnya dan menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” saja. Hal itu dilakukan dengan maksud untuk dapat mengcover seluruh perbedaan agama di Indonesia, meskipun agama Islam adalah mayoritasnya. Saya yakin, jika dulu ketujuh kalimat tadi tidak dihapus, maka aka nada “iri- irinan” antar umat beragama, merasa menempati  sebuah negara yang sama namun seperti tak dianggap. Ah entahlah.

Yang kedua yang ingin saya secara pribadi tanggapi adalah tentang penggunaan cadar di Indonesia. Sebelumnya saya ingin mengutip salah satu perbincangan yang menarik antara Bapak Quraish Shihab dan seorang jamaah beberapa tahun lalu. Jadi si ibu ini bertanya, tentang kewajiban menutup aurat bagi perempuan. Uniknya, disitu ada Najwa Shihab sebagai moderatornya, yang tak lain adalah putri Pak Quraish yang tidak menutup penuh kepalanya. Najwa hanya memakai kerudung saat itu, dimana rambut dan poni bagian depannya jelas terlihat. Sempat ada guyonan dari Pak Quraish yang membuat para penonton tertawa perihal Najwa yang tidak berjilbab saat itu.

Pak Quraish tidak langsung menjawab. Beliau malah ganti menanyai ibu tadi, “Menurut ibu sendiri, ibu sudah menutup aurat belum?” Si ibu yang sudah lumayan sepuh itu menjawab sambil senyum- senyum, “Kalau menurut saya si sudah, Pak.” Lalu dijelaskan oleh Pak Quraish, bahwa antar para ulama itu memiliki pendapat yang berbeda- beda tenang aurat perempuan. Ada yang mengatakan asal selain tangan dan mukanya tak kelihatan, maka it’s okay. Ada lagi yang mengatakan, tubuh perempuan harus ditutup semua (menggunakan cadar), lalu ada pula yang mengatakan, bahwa yang penting bagi wanita adalah menggunakan pakaian yang terhormat, sehingga jilbab tidak wajib baginya. Dan yang saya salut adalah, Pak Quraish ini berarti sampai berhati- hatiii sekali dalam memberikan jawaban, dan beliau tidak memberikan jawaban benar/ salah menurut beliau pribadi. Beliau sepenuhnya mengutip pendapat dari para ulama yang dianut di dunia. Dan Menurut saya ini adalah hal yang sangat luar biasa.

Nah, oleh karena itu, maka mari yooook jangan menjadi seorang muslim yang gampang menyalahkan, mengkafirkan, membid’ahkan muslim yang lain, dsb. Kita harus paham secara kaffah (menyeluruh), barulah kita boleh memberikan pemahaman ke orang lain.
Jangan seperti anak TK yang baru saja diwisuda lalu diminta mengamalkan ilmunya ke masyarakat langsung. Baahaayaa.
Lalu apa pendapat saya tentang cadar itu sendiri? No comment!

Tapi yang haq dan jelas menurut saya, NKRI harga mati!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...