Langsung ke konten utama

02 Agustus 2018





Besok 02 Agustus 2018. Tidak terasa sudah 3 tahun kita bersama.
Masih “seumur jagung” kata orang. Tapi tetap sebuah masa yang tak boleh berhenti untuk disyukuri. Karena diluar sana banyak yang tidak seberuntung itu, banyak yang tak sempat merasakan pernikahan dalam bilangan tahun, atau bahkan tak sempat merasakannya sama sekali.

Menikah, ternyata tidak selalu seperti yang aku bayangkan sebelumnya.
Menikah ternyata adalah tentang kesiapan kita untuk selalu bersama dengan seseorang yang detik ini kita benci, lalu detik berikutnya kita cintai setengah mati.
Untuk bersama dengan seseorang yang terkadang kita jengkel bukan main dan lalu berpikir, “Beruntung sekali dia dapat aku sebagai pasangannya,” lalu beberapa saat setelahnya kita merasa haru dan berpikir ulang, “Aku yang beruntung bisa menikah dengannya.”
Menikah ternyata adalah tentang merelakan ego yang berapi- api, membiarkannya berlalu bersama sepi.
Tidak mudah, tapi sama sekali bukan berarti tidak mungkin.

Kata Bang Ikal, ada “cinta dalam gelas” ketika seorang istri membuatkan segelas kopi untuk suaminya.
Kataku sendiri, ada cinta dalam apapun yang disediakan seorang istri untuk suaminya.
Sebelum menikah dulu, kuingat betul pernah kusampaikan padamu bahwa aku tak bisa memasak. Sama sekali. Lalu kau bilang dulu, “Tidak apa- apa. Makanan masih bisa dibeli. Tapi yang lainnya tidak.”

Pernah pula aku ragu dengan kelayakan diriku sendiri, kubilang, “Aku tidak pernah mondok, atau nyantri. Kita tidak sama.” Lalu kau cerdik menjawab, “Tidak apa. Justru kalau kamu mondok dan sama pintarnya denganku, aku tak bisa lagi mendidikmu. Kamu akan merasa sama pintarnya denganku, lalu bisa saja kamu akan “ngeyel.”

Lalu menikahlah kita.
Sampai alhamdulillah sekarang aku bisa memasak (dengan sekalipun tak pernah kau minta aku untuk belajar) dan insya Allah seterusnya.
Begitulah.

Akhirnya, selamat ulang tahun pernikahan yang ke-3, suamiku…
Semoga Allah berkahi selalu pernikahan kita, di dunia hingga di akhiratNya.
Serumah, sesurga. Amiin, insya Allah…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...