Kali
ini saya ingin berbagi tentang pengalaman melahirkan anak kedua saya, Muhammad Nizar
Alauddin. Hari Senin lalu, tepatnya tanggal 15 Juli 2019, saya terbangun jam 3
pagi karena merasakan ada air ketuban yang pecah dari jalan lahir. Setelah itu
saya segera ke kamar mandi, menunggu, dan betul setelah itu diikuti dengan 2
kali kucuran air ketuban lagi. Saya lumayan mengerti karena proses ini sama
persis seperti ketika saya akan melahirkan anak pertama saya dulu. Namun
bedanya dengan yang dulu, kali ini air ketuban saya pecah dalam keadaan sudah
berwarna hijau. Tentu bukan merupakan hal yang baik. Setelah beberapa saat,
kontraksi tidak teratur mulai datang. Saya segera membangunkan suami saya dan
mengajaknya ke faskes secepat mungkin. Setelah diskusi singkat, akhirnya kami
memutuskan untuk ke rumah sakit saja yang jaraknya lebih dekat daripada ke
rumah ibu bidan tempat saya biasa kontrol kehamilan.
Sesampainya
di rumah sakit, kontraksi yang datang semakin intens. Dan dengan cepat,
pembukaan langsung lengkap. Semua persiapan melahirkan disiapkan oleh tim rumah
sakit.
Singkat
cerita, saya mulai dibolehkan mengejan mulai jam 4 pagi. Begitu seterusnya hingga
kurang lebih jam 6 pagi. Saya mengejan sekuat tenaga selama 2 jam. Namun
anehnya, dalam posisi bukaan lengkap yang sudah seperti itu dan usaha mengejan
yang sudah maksimal, kepala bayi tak kunjung muncul. Dua “mbak- mbak” tenaga
medis yang sudah membantu sampai heran, “kok bisa?”
Setelah
mereka berkonsultasi dengan dokter kandungan RS via telepon, akhirnya dokter
menyarankan untuk dilakukan operasi sesar saja. Meskipun lumayan berat, kami
hanya bisa pasrah “manut” saja mengingat saya sudah nyaris kehilangan tenaga
dan air ketuban juga sudah berwarna hijau. Dalam detik- detik persiapan
operasi, saya sudah dilarang mengejan. Beberapa dokter sudah siap dan suami
sudah dimintai persetujuan operasi. Namun allahuakbar, di saat saya sudah
dilarang mengejan seperti itu, keinginan untuk mengejan malah muncul semakin
kuat. Saya tidak bisa menahan!
Akhirnya
saya nekat saja tetap mengejan. Dan masyallaaah... Secara ajaib kepala bayi
saya akhirnya bisa muncul juga. “Mbak- mbak” (perawat atau bidan) itu juga
kaget, dan mereka lalu kompak menyemangati saya untuk terus mengejan.
Allahuakbar, akhhirnya kurang lebih 15 menit kemudian bayi saya lahir sempurna
tidak kurang suatu apa, dengan berat badan 4300 gram. Ya, bayi yang besar. Namun
dengan pertolongan Gusti Allah, sungguh tidak ada kesulitan yang tidak bisa
dilewati.
Setelah
proses melahirkan, pembersihan ari- ari dan proses penjahitan luka pasca
melahirkan yang sangat amat menyakitkan itu, ternyata “penderitaan” belum
selesai. Tiga jam pasca melahirkan, kurang lebih pukul 10 pagi, saya mengalami
perdarahan. Darah mengucur (atau mungkin menyembur?) deras seperti air mancur
dari jalan lahir. Saya bilang kepada perawat, dan lalu dilakukanlah proses
pembersihan berikutnya yang amat sangat menyakitkan. Dari jalan lahir perawat
mencari sumber perdarahan hingga ke mulut rahim, dan dengan tangan satunya dia
memutar- mutar bagian perut saya. Darah mengucur keluar dengan deras. Saya
menangis, menangis tersedu- sedu. Akhirnya perawat terpaksa berhenti sebentar,
menunggu hingga saya berhenti menangis, karena katanya dia tidak bisa melakukan
pembersihan secara maksimal kalau saya masih seperti itu. Lalu Alhamdulillah, singkat
cerita setelah saya mampu menahan emosi, akhirnya selesailah proses yang sangat
menyakitkan dan traumatis itu.
Dari
pengalaman ini, saya mengatakan pada suami saya, “Saya tidak mau melahirkan
lagi.” Hehe...
Dari
pengalaman ini pula saya semakin yakin, bahwa kuasa Tuhan begitu luar biasa
atas setiap ujian atau kesulitan yang berhasil kita lalui. Sungguh, bukan sama
sekali karena hebat dan “sangar”nya kita, namun itu semua karena kebesaran sang
ilahi rabbi. Alhamdulillahirabbilaalamiin...
Terimakasih
yang sangat tak terhingga ingin saya sampaikan kepada suami saya tercinta, yang
selalu setia berada di samping saya dari awal hingga selesai melahirkan,
Mohammad Syukron. Terimakasih, semoga Allah jadikan kau suami yang soleh selalu
dan selamat dunia- akhirat bersama kami, amiiin.
Lalu
terimakasih kepada segenap tim RS As- Suyhutiyyah Guyangan Trangkil Pati yang
luar biasa ramah dan baik hati, melayani pasien dengan kesabaran dan kebaikan
yang luar biasa. Jazakumullah khairan katsira. Sungguh saya tidak akan mampu
membalasnya dengan apapun.
Lalu
termakasih untuk ibu saya tercinta, ibu Marlin Ariyanti Farida yang menemani
saya pasca melahirkan, dan semua saudara yang mensupport saya pasca melahirkan
yang tidak akan mungkin bisa saya sebutkan satu- persatu. Terimakasih!
(Andai saja ada kata selain “terima
kasih” yang bermakna lebih dari itu, maka akan saya pilih itu untuk kalian
semua)
Pati, 20 Juli 2019
Ibu dr dua anak lelaki, Rahma
Nugrahaini
Komentar
Posting Komentar