Langsung ke konten utama

Bahasa Pertama, Bahasa Ibu, Bahasa Cinta

 Utamakan Bahasa Indonesia - Kompasiana.com

Indonesia memiliki kurang lebih 652 bahasa daerah. Dengan begitu dapat dianggap bahwa di negeri ini, bahasa daerah adalah bahasa pertama, Bahasa Indonesia adalah bahasa kedua, dan bahasa asing adalah bahasa ketiga (bila diajarkan).

Meskipun begitu, tentu saja kita tidak bisa meng-general-isasikan bahwa semua seperti itu. Selalu ada pengecualian dalam hampir setiap kasus, bukan? Di kota besar seperti Jakarta, mungkin bahasa Indonesia adalah bahasa pertama, bukan kedua. Saat ini pula, banyak orang tua—terutama kalangan “atas”—yang menyekolahkan anaknya di sekolah- sekolah internasional. Di sekolah semacam itu, kita tahu bahwa bahasa keseharian yang digunakan adalah Bahasa Inggris. Bahkan terkadang beberapa dari anak- anak itu tidak terlalu fasih berbicara Bahasa Indonesia. Mereka lebih lancar berbahasa asing, Bahasa Inggris.

Sebaliknya, di daerah- daerah yang masih kuat muatan nilai- nilai lokalnya, bahasa daerah masih menjadi dewa. Mereka yang mengajarkan anaknya Bahasa Indonesia dalam keseharian di rumah, dianggap “nggaya” alias “belagu”. Tak jarang pula penduduk – penduduk di daerah tak terlalu fasih berbahasa Indonesia. Alasannya kurang lebih sama seperti yang pertama tadi; karena jarang menggunakannya.

Lantas, mana yang benar? Ketika kita punya anak, bahasa apa yang sebaiknya kita bumikan sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama?

Tiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Dari segi pendidikan, penanaman karakter, dan sebagainya, pastilah sangat dipertimbangkan dengan baik. Termasuk di dalamnya, bahasa. Orangtua yang membumikan bahasa asing di rumahnya, menjadikannya sebagai bahasa pertama anak- anak mereka, mungkin saja memang sudah punya goal sedemikian rupa yang kita tidak tahu pastinya. Mungkin mereka memang merencanakan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah internasional, menguliahkan anaknya di luar negri kelak, dan sebagainya. No one knows.

Sehingga menurut saya pribadi, pemilihan bahasa ibu adalah memang hak seorang ibu. Dia yang mencurahkan lahir dan batinnya untuk sang buah hati, sudah pasti akan berbahasa terbaik, dengan bahasa apapun yang paling nyaman baginya untuk mengurai cinta bersama anak- anaknya. And well, this is not our business to judge.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...