Langsung ke konten utama

Surat untuk Bang Ikal, Andrea Hirata


 

Assalamualaikum, Pak Cik. Terimakasih telah menulis novel macam Guru Aini tu.

 

 

“Teachers who make Physics boring are criminals.” (Walter Lewin)

Pak Cik pasti lebih tahu siapa itu Pak Lewin. Yang jelas, “quote” beliau indah sekali.

Saya seorang guru, Pak Cik. Seorang guru Bahasa Inggris.

Membaca novel Guru Aini membuat saya tergelak sekaligus terharu.

Saya bisa dengan tepat merasakan menjadi Aini, seorang anak yang sama sekali tak becus dalam urusan matematika. Karena saya dulupun sama sepertinya. Tidak mengerti dan tak kunjung mengerti matematika, lalu menjadi bebal dan putus asa mempertanyakan dimana letak keindahannya. Belum lagi ditambah trauma dengan para guru matematika yang selalu terkenal dengan ke-“horor”-annya.

Saya juga sangat bisa dengan tepat merasakan kegelisahan ibu guru Desi Istiqomah, Pak Cik. Banyak sekali kesamaan di antara kami ni, meskipun mungkin saya tak sehebat beliau. Pening kepala ni Pak Cik, mengajar sudah menggebu- gebu macam ni dan masih ada saja murid- murid yang tak kunjung mengerti.

Persis seperti ibu Desi Istiqomah yang menjadi guru karena (terinspirasi) Ibu Marlis, saya menjadi guru juga karena seorang guru. Pak Harry Supriyanto namanya.

Terbelalak mata saya ketika 15 tahun lalu saya duduk di bangku SMP, Pak Harry menjelaskan dengan gamblang tentang konsep auxiliaries. Dari situ terbukalah pintu- pintu hidayah, Pak Cik. Mengerti semengerti- mengertinya saya konsep Bahasa Inggris yang sebelumnya masih selalu saya bingungkan.

Lepas dari SMP tu, saya yakin bahwa saya hanya akan menjadi seorang guru Bahasa Inggris. Tidak minat masuk ke universitas lain, tak mau banting setir ke jurusan yang lebih keren, atau apalah tu. Sekali guru bahasa Inggris, tetap guru bahasa Inggris. Menteri pendidikan pasti akan sangat bangga padaku, Pak Cik.

Segala puji bagi Allah, berjalan enam tahun sudah sekarang ni saya mengajar, Pak Cik. Ada banyak suka duka yang bercampuraduk. Banyak sukanya, Alhamdulillah. Meskipun bukan berarti bahwa saya tak pernah frustrasi dalam mengajar. Pening juga kadang saya ni. Apalah lagi penyebabnya kalau bukan karena kelakuan atau nilai- nilai siswa yang menyedihkan.

Sering juga saya temui murid seperti khas Kampung Ketumbi, Pak Cik. Yang pemalu, rendah diri, merasa tak bisa, dan selalu memilih bangku- bangku di bagian belakang. Ah, biar itu menjadi urusanku, Pak Cik. Bagimu, tolong jangan pernah berhenti menulis.

Kutunggu dengan setia tulisan- tulisanmu selanjutnya, Pak Cik. Teruslah berkarya.

Terima kasih telah menyumbang banyak untuk kekayaan jiwaku, mulai dari Laskar Pelangi hingga apapun tulisanmu nanti.

 

 

 

Pati, Jawa Tengah

18 Januari 2021

21:29

-Bu Guru Rahma Nugrahaini-

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...