Langsung ke konten utama

Bapakku

 


Beberapa hari lalu selepas sholat tarawih, seorang teman bapak mertua saya datang ke rumah. Setelah minum kopi dan mengobrol sekian lama, akhirnya teman bapak tersebut undur diri. Ketika bapak mengantar tamunya ke depan rumah, kebetulan saat itu saya sedang berada di depan rumah. Lalu bapak berkata, “Iki yo mantuku, ngene (menjempolkan jarinya).”

Saya cuma senyum- senyum saja tersipu malu. Sebagai informasi, bapak memang selalu berkata begitu pada semua orang. Beliau selalu berkata bahwa saya adalah menantu yang baik, yang merawat bapak dengan baik.

Keesokan harinya, sembari mengerjakan setumpuk pekerjaan rumah tangga, tiba-tiba saya teringat kembali dengan kejadian itu. Dan lalu flashback, malah mengingatkan saya pada yang lainnya. Saya menjemur baju sambil menangis mengharu-biru.

Pertama kali saya datang ke rumah ini di tahun 2015, Bapak mengajak saya ke kamar saya, mendudukkan saya dan berkata “Wis, mulai saiki kowe dadi anakku ya.. Iki kamarmu. Wis, gak opo-opo.” Bapak satu-satunya yang melakukan itu, menyambut dan menyemangati saya setulus hati (saya mengetikkan ini sambil menangis). Bapak sangat paham betapa sulitnya bagi saya untuk beradaptasi pertama kali di sini. Tinggal di desa, berpisah dengan ibu.

Entah bagaimana, saya sangat merasa bersyukur diberikan Allah bapak mertua yang sangat baik. Bapak selalu berkata pada orang-orang bahwa saya baik. Kenyataannya bukan begitu, bapaklah yang baik. Bapak yang selalu mengerti saya, bagaimanapun itu.

Bapak sangat menghargai keadaan saya yang pastinya berbanding terbalik dengan almarhumah ibu mertua. Ibu mertua dulu seorang ibu rumah tangga, yang tentunya selalu ada di rumah 24/7 untuk keluarga. Ibu juga pandai membuat kue dan kudapan tradisional, juga “gemati”, yang menurut saya sangat berbeda dengan saya pribadi. Tetapi bapak tidak pernah mempermasalahkan itu semua.

Bapak selalu menghargai saya dengan apa adanya saya ini. Bapak sama sekali tidak pernah menyuruh saya untuk sesegera mungkin menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang sering kali belum sempat terjamah. Bapak sangat paham betapa lelahnya saya mengurus dua anak dan bekerja juga. Sering beliau menyuruh saya istirahat saja, dan tau-tau malah cucian piring sudah beres saja . Kadang saya membayangkan, apa jadinya jika saya punya bapak mertua yang memaksa semuanya serba sempurna? Mungkin saya bisa gila.

Alih-alih menuntut sempurna, bapak malah selalu membantu saya mengurus dua anak di rumah dan membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bapak selalu menemani saya memasak setiap pagi, beliau akan duduk di kursi dapur dan mengajak saya ngobrol apa saja. Ketika selesai mencuci dan harus mengangkat ember ke lantai ataspun untuk menjemur, bapak tidak pernah mengizinkan saya membawa ember seorang diri, beliau akan selalu mengangkatkannya untuk saya. Dan masih banyak sekali bantuan beliau yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Ketika ibu mertua dulu masih ada, beliau bahkan sering bercanda dengan menjuluki saya “mbok enom”nya bapak (istri muda), saking dekatnya saya dengan bapak, hehe 😂. Sampai saat ini, entah sudah berapa orang yang mengungkapkannya keheranan dan kekagumannya pada kami bahwa kami tidak terlihat seperti menantu-mertua, melainkan seperti anak dan bapak kandungnya. Dan bagi saya, bapak memang bukan bapak mertua.

Saya menuliskan ini untuk berbagi rasa syukur, betapa bahagia dan bersyukurnya saya memiliki bapak mertua yang sangat baik, yang mampu mengobati kerinduan saya pada bapak kandung saya sendiri, yang sudah 18 tahun lalu berpulang. Semoga bapak sehat selalu, panjang umur, dan mendapat keberkahan-kebahagiaan terbaik dari Allah SWT. Amiin, amiin, allahumma amiiin… 💕



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...