Langsung ke konten utama

Nizar, Bungsuku yang Hebat

  



Beberapa hari lalu setelah mengantar Nizar di hari pertamanya sekolah, aku mengedit video First Day of School-nya. Semua awalnya biasa saja, sampai tiba-tiba perasaan haru menyeruak di dalam dada. Aku bangga, aku terharu.

Aku bangga dan terharu melihat Nizar tumbuh menjadi anak yang pemberani, dan aku juga bangga pada diriku sendiri. Bukan berbangga diri dalam artian menyombongkan diri, bukan seperti itu. Biar aku ceritakan dulu.

Nizar lahir pada 15 Juli 2019, 5 tahun silam. Alhamdulillah dia tumbuh menjadi anak yang sehat dan pemberani. Saking ‘berani’-nya, beberapa kali aku sampai kewalahan dan menangis karenanya. Masih kuingat betul, di usianya yang kurang lebih satu tahun waktu itu, saat dia belajar berjalan, dia selalu minta keliling kampung di siang hari. Jam 12 teng pun pernah, aku menuntunnya (Bhs Jawa: netah) kesana kemari. Bagi yang tidak tahu, pasti mengira ibunya tega. Pernah ada yang mengomentari, “Ngono iku gak gelem Nduk, mbok jak dolanan ning njero omah? Dolanan banyu, tah opo.”

Hehe, mohon maaf. Kalau dia mau, pasti aku juga lebih senang karena tidak perlu berpanas-panasan ria di siang hari. Sudah pernah kucoba seperti itu, tapi Nizar kecil tetap tidak mau.

Jadi, berulanglah kegiatan seperti itu setiap harinya. Saking lelahnya, aku sampai memakaikan kain selendang di dadanya dan kupegangi kedua ujungnya bagai kusir mengendalikan kudanya (maaf, Ijar). Suatu hari, pernah dia minta berjalan tanpa henti sampai ke ujung jalan raya dengah posisi ditetah seperti itu. Sedihnya, ketika pulang, dia minta kugendong karena merasa kelelahan. Padahal saat kecil Nizar gendut sekali. Sampai rumah aku menangis sesenggukan, merasa payah sekali karena harus menanggung semua lelah itu sendiri.

Ketika akhirnya di usia 14 bulan Nizar sudah lancar berjalan sendiri, semakin kemana-manalah dia. Pernah coba sekali waktu aku jahil dengan berpura-pura meninggalkannya dan tidak mau mengikuti dia jalan, tapi apa yang terjadi? He went ahead, lanjoot jalan teros seperti tidak terjadi apa-apa.. Hahaa..

Saat usia Nizar 3 hingga 4 menuju 5, menurutku adalah usia dengan part yang paling challenging alias menantang. Tiap hari selalu rebel, selalu ngereog, dan selalu menentang. Kuminta dia ke kiri, maka dia ke kanan. Kuminta dia ke atas, maka dia akan ke bawah. Mudah marah pula jika tak dituruti segala keinginannya. Dia juga semakin jarang tidur siang, namun tidur malam semakin larut. Kadang jam 11, pernah pula sampai jam 1. Sedangkan aku, esok harinya harus siap siaga menyiapkan segala kebutuhan suami yang hendak bekerja dan kakaknya yang sudah sekolah. Kurang lebih seperti itulah sehari-hariku menghadapi Nizar. Saking pernah aku merasa “gila”, aku pernah meminta pada bapaknya untuk coba tanya ke Pak Ustadz atau semacamnya, Nizar ini ketemplokan jin atau gimana. Karena aku merasa energinya benar- benar luar biasa, melebihi anak-anak seusianya pada umumnya (Tolong jangan bully aku karena ini ya, hahaha..).

But it did happen, I was so stressful.

Apakah suamiku setuju? Oh, tentu saja tidak. Dia menolak dan berkata, Nizar baik-baik saja.” Dia ‘hanya’ cerdas dan aktif. Meski sempat kesal karena menurutku dia tidak merasakan apa yang aku rasakan, tapi ya sudahlah, aku mengalah.. wkwk.

Pernah suatu kali ketika ada dialog parenting di sekolah kakaknya Azka dengan menghadirkan narasumber, kutanyakan karena hal ini juga. Ibu narasumber berkata, aku harus bersyukur, karena berarti aku sudah memiliki dua anak hebat dengan karakteristik yang berbeda. Si sulung yang seperti Ustman bin Affan; lembut hatinya, dan si bungsu yang berkarakter seperti Ummar bin Khattab; keras dan pemberani. Masih kuingat betul pesan itu, bagus sekali 🥹(meskipun terkadang aku lupa).

Namun sekarang, setelah usia Nizar menginjak 5 dan mulai bersekolah di RA, aku mulai merasakan manfaatnya. Maksudku, manfaat atau kebaikan dari sifatnya yang keras dan berani itu. Dia mandiri dan percaya diri. Bahkan di hari pertama bersekolah, dia sudah memakai sepatu sendiri dan berani melakukan segala sesuatunya sendiri. Sebenarnya dia memintaku untuk tidak perlu mengantar, tapi tentu saja aku tak tega. Di hari pertama sekolah tetap aku harus bertemu dulu dengan ibu-ibu guru di sekolahnya. Hari kedua sekolah, alhamdulillah aku sudah bisa meninggalkannya pulang dengan tenang. Aku hanya perlu membuntutinya dari belakang ketika berangkat (dia naik sepeda), dan pulangnya dia sudah berani sendiri naik sepeda.

Alhamdulillah keberanian dan kepercayaandirinya sangat membantuku. Aku jadi bisa pulang dan beberes rumah, memasak, atau apapun itu, tak perlu menungguinya di sekolah. Dari sini aku belajar bahwa anak-anak seperti Nizar memang spesial.  Ibarat menanam pohon, anak-anak seperti itu adalah "pohon durian". Teman-teman pasti tahu, untuk bisa berbuah setiap musimnya, pohon durian membutuhkan waktu hampir satu tahun. Sedangkan untuk tomat, misalnya, kita hanya perlu menunggu 1-2 bulan saja. Smooth seas never make a good sailor, don't they?

Aku menyadari bahwa “ngeyel” yang dimilikinya selama ini mungkin menandakan bahwa dia memang berkarakteristik pemimpin (seperti namanya, Nizar, yang bermakna pemimpin) dan tak mudah disetir, serta bisa menentukan sikapnya sendiri.

Jadi, begitulah. Aku bangga pada Nizar dan pada diriku sendiri. Bersyukur Allah memberikanku kekuatan hingga mampu untuk selalu mendampinginya tumbuh hingga saat ini.

Untuk para orangtua yang saat ini memiliki anak-anak seperti Nizar kecil, memang tidak ada yang bisa dilakukan kecuali bersabar. Aku tahu semuanya sangat tidak mudah, tapi insyAllah ada banyak kebaikan yang menanti di depan sana. It’s okay to be angry when you want to beand it’s okay to not be perfect. Tapi yakinlah bahwa dengan Allah memilihmu menjadi orangtuanya, berarti Dia yakin bahwa kamulah orang yang tepat dan terbaik untuk mereka. Kalian sudah luar biasa selama ini ❤️.

Aku sendiri tentu saja bukan ibu yang sempurna. Aku juga banyak marahnya, banyak “ngereog”nya. Aku hanya manusia biasa. Tapi aku bangga pada anak-anakku, pada diriku sendiri juga.







Semoga Allah selalu kuatkan kami dan kita semua untuk terus selalu memperbaiki diri, dan menjadi orangtua versi terbaik dari diri kita masing- masing. Aamiin2, ya rabbal alamiin…





Komentar

  1. Luar biasa ijang.... Tumbuh sehat pinter dan bahagia selalu ya nak... Amiiin

    BalasHapus
  2. Aamiin 2.. Terimakasiih, Bu Jumi 🥰🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...