Langsung ke konten utama

HadiahNya Ada untuk Mereka yang Bersabar...



Assalamualaikum...
Wah,, catatan seorang teman yang baru saja saya baca sangat menginspirasi. Bahwa keikhlasannya dalam menjalani masa kecil yang serba kesusahan mengantarkannya menuju kesuksesan. Semakin meyakinkan saya, bahwa hadiah dari Tuhan memang benar adanya bagi mereka yang bersabar.
Kita semua juga mungkin pernah, atau sering nelongso. Entah diuji dengan kekurangan harta, kemampuan, atau apapun. Bedanya bagi kita yang belum mendapat hadiah — atau saya sajalah, rasanya tidak adil membawa- bawa kita, hehe—mungkin adalah karena masih terlalu sering menelongsokan diri sendiri, alias mendramatisir kesedihan yang dialami. Saya kadang juga sering, “Lho? Kan sudah berdoa, sudah sholat, sudah puasa? Tapi kenapa belum dikasih juga, Tuhan?”. Justru setelah saya pikir- pikir baru saja, mungkin belum dikabulkannya suatu hajat itu malah karena saya menanyakan hal tersebut. Mm begini saja gampangnya. Kalau saya ikhlas, tentu saja saya tidak perlu merasa telah berbuat baik, bukan? Justru harusnya lebih sering introspeksi, apa saja yang belum saya lakukan, karena masih belum “turun” juga hadiah istimewaNya. Itu yang pertama. Yang kedua balik lagi ke pernyataan saya tadi, bahwa saya masih terlalu sering mendramatisir kesedihan yang dialami. Merasa seolah sayalah yang paling berat tanggungannya. Padahal sama sekalii, jauh. Masih banyak orang yang tanggungannya, ujiannya, cobaannya, jauh lebih berat dari saya. Bahkan siapa tau mereka lebih kenceng ibadahnya. Itulah.
Maka yang saya coba pelajari sekarang adalah, bagaimana caranya kita mensyukuri semua nikmat tak terhitung yang dihadiahkan Tuhan, daripada menggerutu tak sabar menanti satu pintu rizki yang belum terbuka. Bahwa rahman rahimNya begitu luas... Bahwa terlalu tak pantas rasanya jika melulu fokus pada apa yang belum, bukan mensyukuri apa yang sudah. Menangis, sedih, dsb memang wajar, namun memperbaiki diri menghadap ridhoNya terdengar lebih menyenangkan! :)


Kudus, 29 Maret 2014 (22.20)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...