Boleh
dibilang, saat- saat terkini dalam kehidupan saya dan ibu, adalah saat bagi
kami untuk “menebus dosa.” Dulu waktu masih kecil, seringkali ada rasa iri dengan
teman yang selalu bisa pulang ke rumah disambut oleh ibunya di rumah. Dulu, ibu
biasanya pulang beberapa jam setelah saya pulang sekolah.
Lalu
beberapa tahun lalu, saat ibu sudah pensiun dari masa abdinya terhadap Negara,
malah saya yang sibuk dengan kegiatan kuliah di Semarang. Begitulah… Maka saat sekarang saya sudah lulus, dan ibu
menikmati masa pensiunnya di rumah, masing- masing dari kami menghibahkan bakti sebisa- bisanya. Ibu
yang dulu memasak ketika ada waktu, sekarang siap memasak apa saja yang saya
minta. Seperti beberapa hari lalu, ketika saya ngidam garang asem, ibu segera membuatkannya seketika bahan masak
sudah siap.
Dan
saya sendiri, meski belum bisa disebut berbakti karena lebih banyak salah
khilafnya terhadap ibu, hanya mampu mempersembahkan secuil usaha, yang semoga
bisa dinilaiNya menjadi bakti. Bukan dengan memberi ibu hadiah macam- macam,
bukan dengan memberi kejutan istimewa, bukan dengan mengiriminya makanan enak.
Bukan… Ibu pun tahu saya bahkan belum sanggup untuk itu.
Sedikit
usaha yang bisa saya lakukan satu- satunya saat ini adalah dengan tetap berada
di sampingnya, tidak kemana- mana. Dengan merelakan keegoan diri yang dulu sempat
ingin berkelana jauh, sempat ingin meninggalkannya lagi.
Namun
sekarang tidak. Entah bagaimana ceritanya, Sang Maha Pembolak-balik Hati pada
akhirnya telah mengaitkan kail kuat dalam hati ini, untuk tak bisa berjauhan dengan
ibu. Setiap malam sepulang dari bekerja, rasanya ingin segera sampai rumah dan
menceritakan apapun pada ibu. Bahkan saat ada kejadian yang tak tertahankan
untuk diceritakan, segeralah melayang pesan singkat berisi rentetan cerita
menuju telepon genggam ibu. Semuanya terjadi begitu saja.
Mungkin
ini cara Tuhan menjawab, cara Tuhan mengatasi
saya, yang dulu beberapa kali memohon diri pada ibu agar diizinkan
bekerja di luar kota. Dimana ibu sempat melarang tegas, sempat melarang secara
tersirat, dan sempat pula membolehkan namun dengan restu yang dipaksakan, saya tahu; “yowis karepmu…”.
Kini kita tahu mana jalan terbaik dariNya atas ridlonya. :)
BalasHapusInsyAllah ya Dam,, semoga. Saling mendoakaan.. :)
BalasHapus