Langsung ke konten utama

Masanya "Menebus Dosa"



Boleh dibilang, saat- saat terkini dalam kehidupan saya dan ibu, adalah saat bagi kami untuk “menebus dosa.” Dulu waktu masih kecil, seringkali ada rasa iri dengan teman yang selalu bisa pulang ke rumah disambut oleh ibunya di rumah. Dulu, ibu biasanya pulang beberapa jam setelah saya pulang sekolah.

Lalu beberapa tahun lalu, saat ibu sudah pensiun dari masa abdinya terhadap Negara, malah saya yang sibuk dengan kegiatan kuliah di Semarang. Begitulah…  Maka saat sekarang saya sudah lulus, dan ibu menikmati masa pensiunnya di rumah, masing- masing dari kami menghibahkan bakti sebisa- bisanya. Ibu yang dulu memasak ketika ada waktu, sekarang siap memasak apa saja yang saya minta. Seperti beberapa hari lalu, ketika saya ngidam garang asem, ibu segera membuatkannya seketika bahan masak sudah siap.

Dan saya sendiri, meski belum bisa disebut berbakti karena lebih banyak salah khilafnya terhadap ibu, hanya mampu mempersembahkan secuil usaha, yang semoga bisa dinilaiNya menjadi bakti. Bukan dengan memberi ibu hadiah macam- macam, bukan dengan memberi kejutan istimewa, bukan dengan mengiriminya makanan enak. Bukan… Ibu pun tahu saya bahkan belum sanggup untuk itu.

Sedikit usaha yang bisa saya lakukan satu- satunya saat ini adalah dengan tetap berada di sampingnya, tidak kemana- mana. Dengan merelakan keegoan diri yang dulu sempat ingin berkelana jauh, sempat ingin meninggalkannya lagi.

Namun sekarang tidak. Entah bagaimana ceritanya, Sang Maha Pembolak-balik Hati pada akhirnya telah mengaitkan kail kuat dalam hati ini, untuk tak bisa berjauhan dengan ibu. Setiap malam sepulang dari bekerja, rasanya ingin segera sampai rumah dan menceritakan apapun pada ibu. Bahkan saat ada kejadian yang tak tertahankan untuk diceritakan, segeralah melayang pesan singkat berisi rentetan cerita menuju telepon genggam ibu. Semuanya terjadi begitu saja.

Mungkin ini cara Tuhan menjawab, cara Tuhan mengatasi  saya, yang dulu beberapa kali memohon diri pada ibu agar diizinkan bekerja di luar kota. Dimana ibu sempat melarang tegas, sempat melarang secara tersirat, dan sempat pula membolehkan namun dengan restu yang dipaksakan, saya tahu; “yowis karepmu…”.



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...