Langsung ke konten utama

The Godfather of Broken Heart and His Heritage

 

Several days ago, Indonesians were so sad of their loss. One of their dinosaurs of Campursari (Javanese traditional song) was gone. He was Didi kempot, whose original name was Dionisius Prasetyo. Didi who was born in Surakarta on December 1st 1966, once wandered about into Jakarta before he finally made it and traveled to Suriname, Dutch, and some other countries in Europe.

Everyone in Indonesia cannot deny that Lord Didi (people call them “Godfather of Broken Heart” since most of his songs are about heart breakings) gave a very big influence of Javanese language. He succeeded to show it to the world. Now Javanese people are proud of their native language. No more shame on it.

Talking about languages, each of them must have several accents. For instance in England, we know there are some accents just like Northern accent, Southern accent, Cockney accent, or the Received accent (usually called the Queen accent). Meanwhile, how about the posh accent? Have you ever heard about it?

In my opinion, a posh accent is a kind of accent of a language which found as the “cool” one. This accent is often made as a representative of people who live there. For example if you watch an England-set movie, you may hear a very sharp accent of Brits though not all people in Britain speak so.
This kind of phenomenon also happens in Java! If you come here, in Central or East Java whose native language is Javanese, you will hear so many accents! I am not telling a lie. So many different accents! Even it is only near different cities, we, the Javanese, speak differently.

In Lord Didi songs, the Javanese accent taken was the Solo accent! A place where he lived. In Java, I personally can say that the posh accents are the Solo and Yogyakarta Javanese. This kind of accent is often used in some movies and songs. I am a truly Javanese, was born in Java, and has lived in Java for almost 30 years, but actually made a mistake in defining the title of Lord Didi’s most phenomenal song “Cidro”. I thought that it meant “cedera” in Bahasa Indonesia or “wounded” in English. I just know this lately (maybe one year ago) that it actually means “a promise breaking.” We (the northern Javanese) rarely use this word for our daily conversation. Other words that Lord Didi often used in his songs that northern Javanese never use are like “mblenjani” (it has the same meaning with “cidro”, but this is the verb one), “naliko” (when), “layang” (letter), “tatu” (wound) and so forth.

Anyway, it doesn’t disturb us at all. Most of us understand his songs very well though we don’t use the words. And the most important thing is, Didi Kempot’s songs has successfully unified the Javanese people wherever they are, and has amazingly created a pride in their soul (including me) of their native language above other languages a Javanese can speak! Salute!!

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ory; Si Anak Hebat yang Selalu Tak Percaya Diri

  Masih kuingat betul pertemuan pertamaku dengan Ory, saat itu dalam kegiatan debat Bahasa Inggris atau dalam madrasah kami disebut English Debate Club (EDC). Menjelang tahun awal pelajaran memang kusampaikan pada murid lama EDC, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya untuk bergabung di sini, ya.” Lalu akhirnya, diajaklah Ory ke dalamnya oleh Dyna Syarifa, salah seorang dari muridku yang pernah menjuarai lomba pidato tingkat nasional itu. Pertama kali melihat “yang dibawa” Dyna adalah Ory, jujur aku lumayan terkejut. Karena pesanku sebelumnya, “Tolong ajak teman yang bagus Bahasa Inggrisnya.” Namun yang kudapati saat itu, “yang dibawa” adalah satu anak yang sangat jelas nampak tidak percaya diri dan hanya diam saja sepanjang kegiatan. Masih kuingat betul pula, saat itu tema yang kami bahas adalah tentang ‘Capital Punishment’ atau Hukuman Mati bagi para pejabat yang melakukan korupsi, sebaiknya dilakukan atau tidak. Sebelum anak-anak melakukan debat, seperti biasa, kum...

Kisah dalam Munaqosyah

Di madrasah tempatku mengajar, ada yang namanya munaqosyah . Munaqosyah adalah ujian lisan bagi kelas XII yang meliputi 4 bidang; Juz ‘Amma, Qiroatul Kitab, Muhadatsah Bahasa Arab, dan Conversation Bahasa Inggris. Sejak dulu kala, dengan ada atau tidak adanya Ujian Nasional, munaqosyah selalu menjadi salah satu syarat penentu kelulusan para santri. Jadi meskipun dulu ketika seorang santri lulus dalam Ujian Nasional tetapi gagal dalam munaqosyah , maka dia akan tetap dianggap tidak lulus sampai akhirnya melakukan remedi atau ujian ulang untuk munaqosyah nya, berapa kalipun itu (konon kabarnya ada yang pernah mengulang hingga 11 kali ☹ ). Lalu yang lebih menegangkan, orangtua atau wali santri wajib mendampingi ketika munaqosyah dilaksanakan. Mereka diminta untuk duduk di belakang putra/putrinya ketika sedang diuji. Ini supaya orangtua bisa menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kemampuan putra/putrinya dalam menjawab pertanyaan dari para penguji. Karena dianggap sebegitu sak...

drg.Zulfikar

Assalamualaikum… Ceritanya, saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini. Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD.  Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun (Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar, saya katakan gigi ini sudah terlanjur sayang . Mau dicabut saya masih eman , tetapi  jika tidak pun lubangnya sangat besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong d...