Setelah di awal Mei lalu aku opname karena DB dan di pertengahan Mei anak pertamaku opname karena dehidrasi akibat diare, di akhir Mei ternyata ada “kejutan” lagi untukku.
Hari itu, pagi 25 Mei 2025, setelah melewati drama per-opname-an,
aku merasa sangat bersyukur sekali diberikan kesempatan untuk sehat Kembali,
untuk bisa berkehidupan normal lagi. Aku mencuci seprai, semua handuk, dan bersih-bersih
semuanya. Pokoknya aku sangat bersemangat!
Siang hari saat hendak bekerja pun aku bersemangat sekali. Aku
ber-make up, lebih cantik dari biasanya. Semua itu karena aku betul-betul bersemangat
menjalani hari.
Aku mengawasi ujian bersama Bu Mamel, rekan sesama guru
Bahasa Inggris. Semuanya berjalan lancer, normal, tanpa ada satupun kendala.
Sampai akhirnya aku pulang, mengendarai motorku. Aku berjalan
seperti biasa. Santai, bahagia. Selain shalawat, aku juga sempat rengeng-rengeng
menyanyikan lagu Kita Usahakan Lagi, sebuah lagu favoritku dari band Batas
Senja.
Saat melewati lapangan Kadilangu itulah “kejutan”nya tiba; Tiba-tiba
seorang anak kecil berlari menyeberang dan menabrak motorku sehingga aku jatuh
tersungkur.
Awalnya kupikir aku baik saja, tapi ternyata, telapak kakiku
bengkak besar sekali, mungkin nyaris sekepalan tanganku. Lalu aku merasakan
siku kiriku perih. Aku buka lengan bajuku; Ternyata bukan hanya luka. Lukanya
justru kecil saja. Yang mengerikan justru adalah, tulang sikuku menonjol besar
sekali, tapi masih di dalam kulit.
Sakit, perih, sedih, hancur, semuanya berkumpul menjadi
satu.
Aku dilarikan ke Rumah Sakit.
Setelah melalui proses rontgen, akhirnya dinyatakan bahwa
sikuku fraktur; melesat dari engselnya. Untuk telapak kakiku, alhamdulillah
tidak.
Akhirnya dengan bersedih hati, malam itu harus kuhabiskan di
Rumah Sakit lagi. Padahal belum ada sebulan dari terakhir aku opname di sana.
Anak pertamaku menangis dan menelfon. Selain khawatir
terhadapku, dia juga menangis karena eok hari adalah ujian kenaikan kelas hari
pertamanya. Ah, entahlah.
Setelah esok sorenya dioperasi, alhamdulillah lusanya aku
diperbolehkan pulang.
Hingga saat ini aku mengetik cerita ini di tanggal 3 Juni
2025, aku masih belum bisa berjalan normal. Telapak kakiku masih bengkak,
meskipun biru memar sudah tampak memudar. Sikuku alhamdulillah terasa jauh
lebih baik, lebih ringan dan nyaman.
Saat aku merasa bersedih dan menderita, pagi ini seorang teman
bercerita tentang keadaan ibunya yang harus dioperasi besar (bedah kepala)
setelah rangkaian pengobatan lainnya karena sakit kankernya, Ya Allah.
Ternyata bukan kita yang paling menderita.
Itu adalah salah satu keburukan manusia, terutama aku, yaitu
ketika hanya fokus pada “celaka”nya saja. Astaghfirullah.
Padahal sudah jelas tertulis dalam Al-Baqarah: 286, bahwa
Allah tidak akan menguji manusia melebihi batas kemampuannya.
Imam Al Ghazali pun pernah berkata,
“Apa yang ditakdirkan untukmu, akan sampai padamu meski
berada di bawah dua gunung. Dan apa yang tidak ditakdirkan untukmu, tidak akan
sampai kepadamu meski itu di antara kedua bibirmu.”
MasyAllah. Sungguh tidak ada takdir yang tertukar.
Aku menulis ini bukan untuk menggurui siapapun, melainkan
untuk menasihati diriku sendiri ini. Semoga Allah merahmati, mengampuni aku dan
kalian semua yang membaca tulisanku ini. Aamiin aamiin allahumma amiin…
3 Juni 2025
9:56
Komentar
Posting Komentar