Tuhanku Berkata,
“Aku adalah Prasangka Hambaku”
Menjadi
pengangguran setelah lulus merupakan salah satu hal paling mengerikan di muka
bumi ini. Tidak ada aktifitas, tidak ada kesibukan, yang ada hanya bisik- bisik
tetangga atau pertanyaan menjemukan tentang sekarang bekerja apa, dimana, atau
mengapa tak mendaftar ke ini, anu, dan sebagainya. Bila tak pintar- pintar
menyikapi, runtutan pertanyaan semacam itu bisa menjadi semacam terror yang
siap menghantui kita siang dan malam.
Seperti
saya sendiri, hal ini benar- benar terjadi. Saya lulus dari IKIP PGRI Semarang
pada Desember 2013 lalu, yang karena sedikit beruntung alhamdulillah bisa
menggondol predikat cumlaude. Dari
segi pemahaman semasa kuliah, berarti bolehlah dibilang tak terlalu parah. Saya mulai
mendaftar kerja pada Maret lalu, 3 bulan setelah lulus. Belasan sekolah swasta
di kota Kudus telah saya masuki. Mulai dari sekolah swasta islam baik NU maupun
Muhammadiyah, PGRI, dan lain sebagainya telah saya coba. Namun hasilnya masih
saja nihil. Putus asa dan rasa tidak terima tentu saja mendera begitu hebatnya.
Entah tak terima pada diri sendiri, sistem, atau entah apa, saya sendiri tak begitu
mengerti. Sempat jadi apatis dan skeptis, yang masya Allah sampai merasa lelah
berdoa. Untuk satu hal ini, semoga tidak akan pernah terulang lagi.
Rasa
kecewa pada jalan yang diberikan Tuhan, seringkali menghinggapi. Banyak orang
lain yang bahkan dengan kemampuan biasa saja dapat dengan mudahnya bekerja di
suatu satuan pendidikan, sedangkan banyak yang berkemampuan baik tak seberuntung
itu. Pikiran dangkal semacam itulah yang seringkali muncul.
Hal
ini diperparah dengan “titah” ibu yang tidak mengizinkan saya untuk pergi
mengadu nasib pun hanya ke kota sebelah; Semarang. Istilahnya there is no excuse untuk keputusannya
itu. Mau tidak mau, suka atau tidak
suka, dapat atau tidak dapat, saya hanya diizinkan untuk melamar pekerjaan di
kota Kudus ini. Tentu saja saya semakin sedih, merasa betapa gelapnya masa
depan yang akan saya hadapi. Sempat merasa seperti percuma telah menimba ilmu
sedemikian rupa bila akhirnya harus “berdiam diri” saja di kota tempat saya
tinggal. Sebagai tambahan informasi, saya sebenarnya telah ditawari untuk
mengajar di sebuah sekolah swasta di kota Semarang. Tapi karena permintaan ibu
tadi, saya terpaksa menguburnya dalam- dalam. Sejak itu saya jadi lebih sering
menangis, sentimental, mudah tersinggung, dan lain hal semcam itu. Masa- masa
seperti itu telah saya alami.
Sampai
kemudian ada sebuah titik balik yang saya dapati. Saya diberikan hidayah (mungkin
semacam ini—saya tidak tahu istilah yang lebih tepat) untuk bisa berpikir,
bahwa di tengah permasalahan yang pekat, seperti menganggur yang menjemukan,
memang terdapat dua opsi yang bisa diambil setiap manusia; yang pertama
menyerahkan diri menjadi bulan- bulanan nasib, semakin menderita dan bisa
berujung pada satu hal yang buruk yaitu putus asa dan segala konsekuensinya,
atau yang kedua, menjadi terinspirasi untuk bisa menjadi beyond ordinary, out of the box.
Penjelasan
untuk yang kedua mungkin terkesan sedikit klise, dan memang tidak akan dengan
mudah diterima bila hati belum dibukakanNya, seperti saya dulu. Menjadi
terinspirasi untuk tidak menjadi biasa dan keluar dari kotak nyaman, sangat
dimungkinkan terjadi justru saat kita tidak berada pada saat- saat yang tidak
kita inginkan, seperti saat kita menganggur. Justru dengan tidak mulus diterima
pada bidang yang kita geluti, maka akan memacu kita untuk dapat berpikir, hal lain apa yang saya bisa?
Setelah
mendapat bisikan optimisme dari Tuhan, saya mencoba berpikir lebih kalem lagi. Bahwa ada begitu banyak
nikmat Tuhan yang tak sempat terasa oleh kita bila kita terus terjerat pada hal
yang membuat kita sedih dan nelangsa. Saya mulai dengan bangun pagi. Padahal
sebelum mendapat “hidayah”, saya selalu bangun siang. Mungkin jam 8, atau
nyaris jam 9. Saya selalu tidur lagi setelah solat Subuh yang juga selalu
kesiangan. Saya melakukannya karena dulu berpikir, toh mau bangun pagi juga
saya tak akan melakukan apa- apa. Tapi sekuat hati kemudian saya ubah semua
itu. Tak tanggung- tanggung, saya kemudian rutin memasang alarm pukul setengah
lima pagi. Agar bisa solat tepat waktu, agar lebih banyak waktu untuk berdoa dan
menjemput keberkahan pagiNya, dan agar bisa membantu ibu lebih banyak di pagi
hari. Saya percaya, Tuhan tahu dan melihat perubahan kecil yang insya Allah
berarti itu. Saya juga mulai untuk selalu berolahraga pagi, dengan melakukan
lari di setiap pagi. Setiap tetesan
keringat yang keluar saat berlari, saya rasakan seperti membawa keluar energi
negatif yang ada pada diri saya. Saya juga mulai menyibukkan diri dengan
menulis apapun yang saya ingin tulis, kemudian saya kirimkan ke beberapa surat
kabar. Sebagai hadiah dari Tuhan, satu tulisan saya bisa dimuat di Jakarta Post
edisi 26 April lalu. Meskipun hanya pada reader’s
forum, namun itu saya rasakan sebagai hadiah yang indah dariNya.
Membuat semangat saya untuk menuliskan apapun itu meletup semakin besar. Dimuat
tak dimuat tak usah dipikir terlalu berat, toh juga selalu bisa dishare pada
blog pribadi seperti yang saat ini saya lakukan. Setelah melakukan beberapa hal
tadi, saya rasakan hidup menjadi lebih indah dan kembali berwarna.
Hal
lain yang kemudian saya coba selalu lakukan adalah berpikir alternatif. Bahwa
tak selamanya lagu indah yang akan selalu mengiringi, bahwa tak selamanya
pekerjaan seperti yang tepat diinginkan selalu ada, bahwa selalu ada kemungkinan lain. Kalaupun saya memang belum
diizinkanNya untuk mengajar, bekerja pada sebuah satuan pendidikan di kota ini,
biarlah suatu hari nanti saya akan menjadi pendidik khusus. Khusus, menjadi
guru untuk anak- anak saya nanti. Setidaknya proses belajar saya di bangku
kuliah tak akan sia- sia, karena itu sebagai bekal untuk mendidik,
mencerdaskan, dan membuat anak- anak saya jauh lebih hebat dari ibunya nantinya.
Karena saya yakin, tak akan pernah ada yang salah dengan segala ketentuanNya.
Semoga
pikiran- pikiran positif, prasangka baik akan setiap keputusan dan rencana
Tuhan, akan selalu menghiasi setiap langkah jalan kita, saat ini dan selamanya. Karena Tuhan, adalah sebagaimana prasangka hambaNya. Aamiin.
inspiring news
BalasHapusMakasih maas.. :)
Hapus