Ceritanya,
saya sedang terinspirasi oleh kebaikan seorang dokter gigi di kota saya ini.
Singkat cerita, saya punya gigi yang berlubang sangat besar dan telah saya
biarkan selama kurang lebih 15 tahun. Kalau tidak salah, gigi geraham saya ini
berlubang sejak saya berumur 8 tahun, yaitu kelas 2 SD. Sedangkan saya sekarang berumur 23 tahun
(Parah ya?). Lubang ini saya biarkan saja, karena tidak sakit. Mungkin karena dulu
masih kecil jadi kepedulian terhadap kesehatan gigi belum begitu saya
perhatikan. Namun lambat laun, lubang ini semakin membesar. Hingga saya besar,
saya katakan gigi ini sudah terlanjur
sayang. Mau dicabut saya masih eman,
tetapi jika tidak pun lubangnya sangat
besar dan sungguh mengganggu setiap kali saya makan. Berulang kali ke dokter
gigi mana pun selalu disarankan untuk mencabut, namun saya tetap bersikeras
tidak mau. Saya masih agak trauma, karena dulu pernah gigi geraham saya dicabut
oleh seorang dokter gigi sehingga ada ompong di bagian bawah. Padahal saya
yakin, lubangnya belum terlalu parah.
Hingga
kemarin saya tiba- tiba berniat memeriksakan gigi ke dokter gigi Zulfikar, yang
tempat praktiknya berada di satu jalan dengan pusat jenang Mubarok Kudus. Saya
penasaran saja, kenapa pak dokter satu ini selalu dibanjiri pasien setiap
harinya. Saya ke sana sebenarnya untuk memeriksakan gigi saya yang lain, bukan
si bolong yang besar tadi. Karena gigi satu itu saya anggap sudah tak memiliki
harapan hidup. Namun apa yang terjadi kemudian? Ya, saya “disemprot” oleh pak
dokter habis- habisan. Untuk menjaga nilai keotentikannya, saya tulis saja
versi aslinya dalam bahasa Jawa:
“Lho, untumu sing meh mbok
priksakke rak kenopo- kenopo ngene kok? Lha iki sing bolong gedene semene malah
mbok jarke? Piye iki? Wis pirang tahun mbok jarke? Terus meh mbok jarke nganti
kapan? Nganti mati?? Terus deretan untumu sebelah kiwo meh dingo aksesoris ae?
Sak lawase meh mangan mbek tengen?? Rak nde ewoh! Iki jenenge kualat karo Gusti!”.
Plak! Ada sedikit rasa
tersentil ketika pak dokter mengucapkan kalimat terakhir. Tapi saya tertawa,
karena “semburan”nya tadi disampaikan dengan nada lucu yang pasti membuat orang
terpingkal. Sungguh, baru kali ini bertemu dengan dokter seunik beliau. Dengan
sisa keputusasaan akan nasib gigi saya ini, saya bertanya “Apa masih bisa ditambal, Dok?” Dan beliau menjawab mantap “Masih”. Duh Subhanallaah… Rasanya ada
keajaiban yang tiba- tiba datang. Akhirnya, tertamballah gigi saya ini.
Padahal, jika ditilik dari bentuk awalnya, sungguh memprihatinkan. Nyaris tak
ada mahkota untuk separuh lebih bagiannya.
Drg. Zulfikar dokter yang luar biasa. Sungguh, saya rasa beliau
seperti seorang bapak yang sangat peduli terhadap kesehatan anaknya. Memarahi
dengan kasih sayang, memberi motivasi, dan mengobati. Dan luar biasanya lagi,
biaya tambal gigi saya yang sudah sangat parah lubangnya ini, jauuuh lebih
murah disbanding dengan dokter gigi lainnya. Bayar hanya sekali di muka dan untuk sekali perawatan setelahnya saja, sedang
untuk kontrol selanjutnya, beliau tidak mau menerima lagi. Subhanallaah..
Sekarang saya tahu mengapa setiap hari puluhan pasien terus membanjiri
kediamannya.
Mungkin drg.Zulfikar akan lupa dengan saya setelah saya
keluar dari tempat praktiknya. Tapi saya, yang telah diselamatkan kesehatan
giginya ini, insya Allah akan selalu ingat. Terima kasih pak drg. Zulfikar,
semoga selalu diberkahi Allah, dan diberi kemudahan untuk menjadi kepanjangan
tangan Tuhan dalam menyembuhkan gigi para pasien. Insya Allah kebaikan yang
dilakukan, akan dibalas berlipat dari Allah SWT. Aamiin. :)
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya" (QS. Al Zalzalah: 7-8)
Mb kalau untuk merapikan gigi pk behel apa beliau recomended? Sy sdg mencari drg yg bgs tp msh terjangkau di kudus
BalasHapus